Tulisan ini saya copy dari,
Jurnalisme Online Versus Jurnalisme Konvensional
LATAR BELAKANG
Jurnalisme pada umumnya dapat diartikan sebagai kegiatan
dalam mengumpulkan, menulis, menyunting dan menyebarkan berita kepada khalayak
atau masyarakat luas. Jurnalisme tidak bisa dilepaskan dengan masalah media,
karena media merupakan institusi sedangkan jurnalisme sendiri adalah
seperangkat pengetahuan yang membahas seluk-beluk kegiatan yang memungkinkan
institusi tersebut hadir dan berfungsi dalam masyarakat.
Kegiatan dalam jurnalisme itu sendiri pada intinya adalah
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas informasi., sedangkan media yang
digunakan dapat berupa media cetak, maupun media elektronik. Pada era
globalisasi seperti sekarang ini, berita / informasi tidak hanya bisa kita
dapatkan lewat media cetak seperti suratkabar, majalah, dsb maupun media
elektronik seperti televisi dan radio, namun internet yang dipandang sebagai
media interaktif juga dapat berfungsi sebagai media yang menyediakan berbagai
informasi di dalamnya termasuk berita.
Dewasa ini, setiap orang bisa menulis berita dengan bebas
melalui media internet. Baik yang merupakan wartawan sungguhan dan mempunyai
lembaga resmi, maupun hanya wartawan “bo’ong-bo’ongan” yang merupakan personal
individu yang tidak mempunyai lembaga resmi namun juga dapat menulis berita
lewat internet. Rasa tidak puas akan informasi yang diperoleh masyarakat lewat
media cetak maupun elektronik berupa televisi, serta kemudahan yang disediakan
fasilitas internet untuk mengakses segala informasi dan menulis berita lewat
internet, salah satunya adalah lewat situs weblog yang kita ketahui selama ini,
menjadi salah satu penyebab munculnya apa yang disebut jurnalisme online yang
kedudukannya dapat menggeser atau mempengaruhi jurnalisme tradisional atau
konvensional tersebut.
Makalah ini akan berisi mengenai opini-opini saya mengenai
keberadaan jurnalisme online, dimana keberadaannya dapat menggeser,
mempengaruhi atau bahkan menjadi sebuah persaingan dengan media tradisional
seperti media cetak dan media elektronik lainnya yang didalamnya menyajikan
suatu jurnalisme konvensional.
PEMBAHASAN
Perkembangan tekhnologi komunikasi dan informasi di
Indonesia saat ini memang berkembang dengan pesat, terutama di bidang
elektronik. Kegiatan Jurnalisme saat ini pun bukan saja dilakukan melalui media
cetak, namun dengan media elektronik juga telah hadir, dalam hal ini yang
dimaksud adalah media internet atau e jurnalisme. Suatu kegiatan jurnalisme
yang menggunakan komputer / internet sebagai media utamanya. Menurut saya
hadirnya atau dengan adanya jurnalisme online ini sangat bagus sekali dengan
perkembangan dunia jurnalistik pada umumnya. Kegiatan dalam mencari,
mengumpulkan dan mengolah berita tidak hanya dilakukan dengan media cetak saja,
namun dengan media internet juga dapat dilakukan, hal ini dapat memudahkan
seorang jurnalis untuk dapat bekerja cepat dengan media internet tersebut.
Selain berita yang ditampilkan bersifat fresh / selalu baru, pesan yang
ditampilkan didalamnyapun bersifat menarik.
Dengan jurnalisme online ini, siapa saja dapat menulis
berita dan melaporkan suatu kejadian atau peristiwa penting lewat internet
tersebut. Memang untuk sebagian adalah merupakan lembaga resmi jurnalistik yang
mempunyai situs sendiri dalam melaporkan berita-beritanya, namun untuk kalangan
masyarakat / individu yang bukan “siapa-siapa” dalam arti bukan wartawan, bukan
juga seorang editor maupun pekerja media, tetap dapat menuliskan berita lewat
internet tersebut.
Pesta blogger yang terjadi di Indonesia, juga memunculkan
wacana seputar citizen journalism ( jurnalisme warga ). Berkat kemajuan
teknologi tersebut, dimulailah era baru dalam jurnalisme, yakni open source
reporting. Sekarang, siapa saja bisa melaporkan apa saja yang dilihatnya, atau
yang ingin dikatakannya. Berita, opini, reportase, sampai curhat yang sangat
pribadi, semua bisa dibagi kepada yang lain. Tidak perlu menunggu wartawan
menjemput dan tidak perlu menjadi somebody agar dilirik media.
Kondisi seperti ini, menurut saya sangat tidak nyaman sekali
dipandang atau ditampilkan sebagai suatu berita lewat media internet tersebut.
Kredibilitas jurnalis warga tersebut serta kualitas pelaporan perlu
dipertanyakan. Mereka belum tentu mempunyai kemampuan yang benar-benar mendalam
mengenai bagaimana penulisan berita yang baik serta aturan-aturan lain yang
menyangkut dengan kode-kode etik jurnalistik.
Memang benar, adanya jurnalisme warga ini menambah wawasan
dan kekayaan dalam dunia jurnalistik, namun dalam ruang beritanya sendiri,
masih sangat banyak wartawan ataupun pewarta berita yang menulis asal-asalan,
bias dalam melaporkan fakta, merekayasa data, dan mengedepankan sensasi demi
kejaran oplah atau peringkat. Sedangkan citizen journalist sendiri, jika ingin
serius jadi pewarta warga yang beritanya ditanggapi dengan baik, tidak bisa
asal-asalan mem-publish. Apapun latar belakangnya, mereka seharusnya perlu
melengkapi diri dengan amunisi seorang jurnalis pada umumnya. Kemampuan
menulis, keteraturan berlogika, syukur-syukur bisa membangun integritas lewat
komitmen pada publik. Dengan begitu adanya jurnalisme warga ini, bukan hanya
menjadi sebuah “permainan” berita yang dapat menyestkan masyarakat / publik.
Media internet sendiri, sebagai suatu media baru (new media
), pada gilirannya juga telah menghadirkan sekian macam bentuk jurnalisme yang
sebelumnya tidak kita kenal yaitu “jurnalisme warga” yang telah saya singgung
tadi. Dengan biaya relatif murah, kini setiap pengguna internet pada dasarnya
bisa menciptakan media tersendiri. Mereka dapat melakukan semua fungsi
jurnalistik sendiri, mulai dari merencanakan liputan, meliput, menulis hasil
liputan, mengedit tulisan, memuatnya dan menyebarkannya di berbagai situs
internet atau di weblog yang tersedia gratis.
Dengan demikian, praktis sebenarnya semua orang yang
memiliki akses terhadap internet sebenarnya bisa menjadi “jurnalis dadakan”
meski tentu saja kualitas jurnalistik mereka masih bisa diperdebatkan. Yang
jelas, orang tersebut tidak dituntut harus lulusan sarjana Ilmu Komunikasi atau
sekolah jurnalistik untuk menjadi seorang “jurnalis dadakan” di dunia maya
tersebut. Sebagai contoh, seinget dan setahu saya, berita pertama soal bencana
Tsunami di Aceh pada Desember 2005 yang lalu, justru muncul dan diketahui
publik lewat blog pribadi di internet, jadi tidak melalui saluran-saluran media
yang konvensional. Dapat dikatakan, kehadiran jurnalisme warga ini juga telah
menjadi tantangan bagi jenis “jurnalisme mapan” yang diterapkan di media-media
konvensional seperti suratkabar, majalah, radio dan televisi.
Dengan jurnalisme online ini, menurut saya memang
menguntungkan bagi beberapa pihak saja namun tidak untuk semua masyarakat yang
tidak mengetahui dan tidak mengerti tentang keberadaan jurnalisme online
tersebut ( belum dapat dikatakan efektif ). Di lain sisi, kemunculan jurnalisme
online memang memudahkan kerja wartawan atau pekerja media dalam menyampaikan
berita-beritanya, namun masih banyak juga kekurangan-kekurangan yang ada dalam
jurnalisme online tersebut.
Selain hal-hal yang saya utarakan tersebut di atas,
keberadaan jurnalisme online jika dibandingkan dengan jurnalisme konvensional
jelas berbeda sekali. Dalam jurnalisme konvensional, mengandung unsur-unsur
seperti Timelines atau termassa, Proximity atau kedekatan, Impact atau dampak,
Magnitude, Conflict, Kemajuan, dan Manusiawi. Para jurnalis dalam jurnalisme
konvensial ini juga hanya dibekali dengan pengetahuan yang elementer dan
dikenal dengan 5W + 1H. Berita dianggap elementer bila didalamnya terdapat what,
who, when, where, why, dan how. Serta dalam jurnalisme konvensional ini baru
memaparkan reportase faktual, bersifat linier dan hanya dari satu dimensi saja.
Penulisan berita jurnalisme konvensional ini juga menganut sistem piramida
terbalik, diawali dengan berita-berita yang penting dan hingga akhirnya berita
yang kurang penting / tidak penting.
Dengan pengertian yang sederhana semacam itu, bisa dikatakan
bahwa jurnalisme konvensional adalah jurnalisme yang mendasar dan “manual”
serta menurut kaidah-kaidah yang berlaku. Jurnalisme konvensional yang hanya
memaparkan reportase faktual dan bersifat linier serta hanya dari satu dimensi
saja, ini berarti berita yang ditampilkan atau disuguhkan benar-benar sebuah
berita yang mendalam. Wartawan selain terjun / turun langsung ke lapangan,
mereka juga memiliki ketrampilan serta kemampuan tertentu dalam mengolah fakta
menjadi sebuah berita.
Berbeda sekali dengan jurnalisme online, pelaku / wartawan
media online tidak harus selalu turun ke lapangan untuk mendapatkan berita,
serta proses yang dilakukan dalam menyampaikan berita melalui media internet,
tidak serumit seperti yang terjadi dalam jurnalisme konvensional misalnya saja
media cetak seperti suratkabar maupun televisi. Kemampuan tekhnis yang dimiliki
seorang pekerja media konvensional tidak hanya terbatas pada pengolahan
kata-kata / fakta menjadi sebuah berita, tetapi juga penggunaan atau
pengoperasian alat-alat teknis seperti kamera dsb juga teruji, tidak seperti
pada jurnalisme online yang selain benyaknya wartawan “amatiran / dadakan”,
mereka juga belum tentu memiliki kemampuan dan ketrampilan seperti yang dimiliki
pekerja media konvensional.
Dalam jurnalisme konvensional, wartawan juga dituntut untuk
memiliki kemampuan / kepekaan terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di
lapangan. Perjuangan serta proses yang dilakukan dalam mencari, mengolah sampai
menyebarkan berita juga tidak semudah dan se-simple seperti yang terjadi dalam
jurnalisme online.
Unsur-unsur yang ada dalam jurnalisme konvensionalpun, belum
tentu tercantum juga dalam jurnalisme online. Kelengkapan berita, penyusunan /
pemilihan kalimat dalam berita, serta tahapan-tahapan dalam mendapatkan dan
menulis berita juga sangat berbeda sekali. Menurut saya, walaupun jurnalisme
konvensional adalah suatu jurnalisme yang bisa dikatakan sebagai jurnalisme
yang “manual” atau tua, serta media yang digunakan tidak terlalu “mewah”
seperti internet, namun keberadaannya perlu diakui dan diacungi jempol sebagai
suatu jurnalisme yang telah mendasar, pertama dibandingkan dengan jurnalisme
online.
Di Indonesia sendiri, sangat disayangkan bahwa peran
pemerintah dalam menanggapi keberadaan media jurnalisme ini, perhatiannya
sangat minim sekali. Jangankan jurnalisme online, yang merupakan media baru
yang berkembang di masyarakat, jurnalisme konvensional yang lebih dulu ada
saja, keberadaannya kurang sekali mendapat perhatian dari pemerintah.
Adanya jurnalisme konvensional ini, sangat membantu
masyarakat / publik dalam memenuhi kebutuhannya dalam mendapatkan informasi,
terutama bagi masyarakat yang tidak begitu bisa menggunakan media internet (
jurnalisme online ) tersebut. Walaupun publik merupakan pemirsa / penonton yang
pasif dalam mendapatkan informasi, karena hanya bersifat satu arah saja tidak
seperti pada jurnalisme online, namun jurnalisme konvensional selalu berusaha
menyuguhkan berita atau informasi penting bagi masyarakat yang penyampainnya
juga faktual serta menurut kaidah-kaidah jurnalisme.
Kemunculan atau keberadaan jurnalisme online, menurut saya
keudukannya juga tidak dapat menggeser jurnalisme konvensional. Justru dengan
adanaya kedua jenis jurnalisme tersebut, dapat menambah keberagaman serta
wawasan dalam dunia jurnalisme serta saling melengkapi antar keduanya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Jurnalisme online dan jurnalisme konvensional memang
merupakan jurnalisme yang mempunyai perbedaan yang sangat mendasar, baik dari
media yang digunakan, pelaku atau pekerja didalamnya, hingga penyusunan serta
penampilan pesannya yang juga berbeda, namun keduanya memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Keberadannya tidak bisa dikatakan sebagai media
yang berlawanan atau saling berkompetisi, namun juga sebagai media yang dapat
saling melengkapi dalam kegiatan jurnalistik atau dalam dunia jurnalisme.
Kehadiran kedua jenis jurnalisme tersebut pada intinya
memiliki tujuan yang sama, yakni berusaha untuk memenuhi kebutuhan atau
menyajikan informasi atau berita yang penting bagi masrayakat atau khalayak
luas. Namun cara, sistem yang digunakan adalah berbeda, serta penyajiannya,
menjadikan kedua jurnalisme tersebut terlihat sebagai sebuah jurnalisme atau
media jurnalisme yang saling berkompetisi atau bersaing. Sebagai pengonsumsi
media / berita sebaiknya dapat memilih saluran yang benar-benar dianggap
efektif serta dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi masing-masing individu
tersebut.
Saran yang bisa saya ungkapkan, sebaiknya para pelaku /
pekerja media dalam kedua jurnalisme tersebut lebih memperhatikan dampak-dampak
yang akan terjadi serta baik buruknya jika mereka menampilkan atau menyajikan
sebuah berita atau informasi kepada khalayak luas, serta peran pemerintah dalam
menanggapi keberadaan media jurnalisme di Indonesia, agar lebih diperhatikan
lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Materi perkuliahan
Pikiran sendiri